15 Desember 2008

MASUK SEKOLAH PUKUL 06.30. WALLAH REKK!!

TANYA JAWAB SEPUTAR PENATAAN JAM MASUK SEKOLAH

1. PERTANYAAN : Apa tujuan penataan jam masuk sekolah?

JAWABAN :

Adanya konstribusi positif dari masyarakat pendidikan terhadap masalah kemacetan lalu

lintas.

2. PERTANYAAN : Apa alasannya?

JAWABAN :

a. Adanya fenomena pada saat musim libur sekolah, kemacetan berkurang

b. Adanya fenomena bila berangkat sekolah lebih awal, waktu tempuh akan lebih cepat.

c. Hasil survei yang menunjukkan antara lain;

1) komunitas pendidikan berkontribusi 14% dihitung dari jumlah kendaraan

2) telah ada sekolah yang menerapkan waktu masuk sekolah jam 6.30 WIB

3. PERTANYAAN : Apakah tidak menimbulkan beban bagi orang tua dan siswa?

JAWABAN :

Tidak, justru memberi manfaat, diantaranya:

1). waktu tempuh ke sekolah lebih cepat

2). tidak terkena macet sehingga tidak akan depresi

3). menghirup udara lebih segar, yang menurut para ahli sangat baik untuk kecerdasan otak

4). bagi umat islam dapat lebih menjalankan sholat shubuh tepat waktu

5). dengan harus bangun pagi diharapkan membiasakan tidur lebih awal dan mengurangi kebiasaan begadang

6). akan muncul kebiasaan baru yang lebih sehat dan lebih produktif

4. PERTANYAAN : Banyak orang tua dan guru yang merasa keberatan dengan kebijakan ini? Bagaimana pendapat Bapak?

JAWABAN :

Kebijakan dirumuskan setelah dilakukan kajian dan survei yang cukup panjang dengan kesimpulan jumlah populasi yang akan dapat memperoleh manfaat lebih banyak di samping manfaat mengurangi kemacetan lalu lintas.

5. PERT ANY AAN : Sejak kapan kebijakan ini akan diterapkan ?

JAWABAN :

Insya Allah tanggal 2 Januari 2009 setelah ditetapkan peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta.

6. PERTANYAAN : Langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan ini ?

JAWABAN :

Sosialisasi secara sistematis dan bijak kepada semua kompohen dan komunitas pendidikan seperti: guru, pegawai sekolah, murid, orang tua siswa dan Iain-lain.

7. PETANYAAN : Apa benar kegiatan ini akan mengorbankan murid?

JAWABAN :

a. Tidak benar, karena pemerintah tidak pernah sedikit pun mengorbankan kepentingan masyarakat apalagi pendidikan

b. Kebijakan ini merupakan bagian integral dari kebijakan penanggulangan kemacetan lalu lintas secara umum

c. Penanggulangan di lakukan secara komprehensif, bertahap menyangkut berbagai komponen, dengan kegiatan - kegiatan:

1) pengembangan pola transportasi massal (bus way, monorel, KA, subway)

2) meningkatkan infrastruktur

3) Penyediaan bus sekolah

4) Pengendalian penggunaan kendaraan pribadi, dll

8. PERTANYAAN : Mengapa peran serta masyarakat kurang dikembangkan, karena

kejadian kemacetan akibat kurang disiplin dalam berlalu lintas?

JAWABAN :

a. Peran serta masyarakat merupakan hal yang penting, karena apapun yang akan dilakukan kalau tidak didukung masyarakat hasilnya akan tidak optimal.

Untuk itu sangat diharapkan peran serta masyarakat dalam bentuk antara lain:

1) disiplin dalam berlalu lintas

2) membatasi penggunaan kendaraan pribadi

b. Pemerintah dalam pengembangan partisipasi masyarakat menerapkan program-program baik yang bersifat persuasif maupun penerapan sanksi.

Jakarta, 26 November 2008

PENJELASAN TENTANG PENATAAN JAM MASUK SEKOLAH

SEBAGAI KONTRIBUSI MASYARAKAT PENDIDIKAN

UNTUK MENGURANGI KEMACETAN

Mulai bulan Januari 2009, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan kebijakan penataan jam masuk sekolah lebih awal 30 menit, yaitu pada pukul 06.30 dari sebelumnya pukul 07.00 pagi. Kebijakan ini akan diberlakukan di semua sekolah baik negeri maupun swasta, mulai tingkat Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengah Atas SMA/SMK di Provinsi DKI Jakarta.

Berdasarkan hasil kajian para pakar dan survey yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta dengan lembaga independen, menunjukkan bahwa berdasarkan elemen pengguna kendaraan dan perjalanan kendaraan perhari ternyata didominasi oleh pelajar sebesar 5,3 juta kendaraan (30%) dan pekerja sebesar 5,6 juta (32 %), serta berdasarkan satuan kendaraan pelajar dan pekerja menempati prosentase sebesar 48% dan pelajar 14%.

Masyarakat pendidikan (siswa, guru, dan tenaga kependidikan) bukanlah menjadi penyebab terjadinya kemacetan di Ibukota, tetapi kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan masyarakat pendidikan, merupakan kontribusi positif Masyarakat Pendidikan yang memberikan banyak bermanfaat bagi kepentingan masyarakat umum yakni dapat mengurangi kemacetan. Selain itu ada 2 fenomena yang faktual terjadi selama ini, yaitu saat libur sekolah kemacetan sangat berkurang dan berangkat lebih pagi akan membuat waktu tempuh lebih cepat.

Adapun dampak positif yang akan dirasakan oleh masyarakat pendidikan antara lain:

1. Meningkatkan budaya disiplin bagi masyarakat pendidikan (siswa, guru, dan tenaga kependidikan). Utamanya ban gun tidur lebih pagi dan mulai tidur lebih awal.

2. Dapat menghirup udara segar dipagi hari yang baik untuk kesehatan .

3. Menghindari depresi / stress akibat kemacetan di Ibukota, sehingga siswa dapat mengikuti pelajaran dengan penuh konsentrasi.

4. Bagi yang beragama Islam, akan membentuk kebiasaan untuk sholat subuh tepat waktu.

5. Bangun pagi akan membuat cerdas, berdasarkan hasil Penelitian Dr. Alexander Bruce dari Jerman, bahwa di waktu Shubuh, kadar gas ozon yang mengandung oksigen mencapai puncaknya, pada waktu pagi tersebut diproduksinya hormon pertumbuhan yang bermanfaat untuk memeperbaiki takaran, kualitas dan daya guna otak. Hormon tersebut meningkatkan pengantaran asam amino dari darah ke otak, yang membuat sel-sel syaraf dapat menjadikan apa yang dipelajari jadi permanen (masuk dalam long term memory).

Pemberlakuan jam masuk sekolah pukul 06.30 bukan barang baru bagi dunia pendidikan, karena hasil survey menunjukkan bahwa banyak sekolah telah menerapkannya. Peraturan ini telah lebih dahulu dilakukan di negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina. Hasilnya tidak berpengaruh seperti kehawatiran banyak pihak, tetapi sebaliknya pembelajaran berlangsung lebih efektif.

Mengenai Pro dan kontra respons masyarakat terhadap kebijakan penataan jam masuk sekolah jangan dilihat secara apriori, akan tetapi lihatlah sebagai sebuah upaya Pemerintah yang kompreensif dan bertahap untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di Ibukota. Memilih masyarakat pendidikan sebagai langkah pertama, diharapkan bisa mengembagkan contoh dan panutan. Untuk itu hendaklah kebijakan ini dianggap sebagai tantangan untuk lebih meningkatkan prestasi belajar dan produktifitas kerja.

29 Oktober 2008

Hari Ultah Koe

Ya Allah Cwapee bangets ni malem, abis traktir tmn2 nonton n makan2 eh........... di sekul dah ditunggu anak2 mo konek'in internet lab.
Bener2 mengesankan ni malem, ada seneng b'campur kacau...
Senengnya gw bisa gathering lg ma tmn2 satu kerjaan, kacaunya dompet gw abis2an di kuras mereka.
Tapi ga apalah, ni kan dah acara rutin kami klo ada yang ultah, traktiran nonton gtu. Sekarang gw kena giliran juga buat traktir mereka di hari ultah gw yang udah kelewat setengah bulan yang lalu.
Bechh.... kesannyaa......
Ya gitu itu...

26 Oktober 2008

WONG KEMPED WIRAKANAN INDRAMAYU due Blog


SELAMAT......!!!!
Atas terbitnya Bloge Wong Kemped Wirakanan Indramayu dengan tajuk "ORANG ISLAM INDONESIA"

ZAKAT PRODUKTIF : Jare Wong Dermayu

ZAKAT PRODUKTIF
Oleh: Hasan Haririe

A. Mustahiq Zakat (Ayat Al-Qur’an dan Interpretasi)

Untuk mengawali pembahasan ini marilah kita ingat kembali potongan ayat surah at-Taubah ayat 60 yang berbunyi :

اِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَرِمِيْنَ وَ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ. (التوبة : ٦٠)

Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’alaf yang dibujuk hatinya, untuk (kemerdekaan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Alla, orang yang (berjuang) dijalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (at-Taubah : 60)

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa zakat itu peruntukannya untuk kelompok masyarakat yang termasuk kedalam delapan kategori yaitu Faqir, Miskin, Amil, Muallaf, Budak, Ghorim, Sabilillah, dan Ibnu Sabil.

Bila mencermati ayat tersebut, maka tentu kita bisa menyimpulkan siapa dari kedelapan golongan itu yang menjadi skala prioritas kita dalam menyalurkan zakat. Menurut interpretasi pemakalah yang menjadi prioritas tentunya adalah yang disebut Allah pertama kali kemudian golongan-golongan sesudahnya secara berurutan. Atau bisa juga pendahuluan dalam penyebutan golongan tersebut mengindikasikan bahwa golongan tersebut merupakan golongan yang paling banyak ditemui di sekitar lingkungan kita.

Dengan kata lain bahwa yang menjadi prioritas objek zakat dan yang memang paling banyak ditemukan di lingkungan kita adalah faqir dan miskin lalu amil (pengelola zakat) sesudah faqir miskin yang eksistensinya sudah menjadi keharusan sebagai konsekwensi tersalurkannya zakat secara benar dan tepat sasaran. Kemudian golongan-golongan yang disebut sesudahnya menurut hemat pemakalah sudah jarang ditemukan (bukan berarti tidak ada sama sekali) kecuali fi sabilillah yang memang mengandung pengertian yang sangat luas yang bisa berarti segala pendanaan yang bertujuan untuk menegakkan agama Allah termasuk di dalamnya sarana prasarana pendidikan dan lain-lain.

B. Perkembangan Zakat di Indonesia

Bila kita turut sejarah perkembangan zakat di Indonesia dari zaman penjajah zakat belumlah menjadi permasalahan public yang mencuat mengingat perbedaan kepentingan pemerintah Hindia Belanda. Dan bila kita runtut ke belakang, pada zaman kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia masih terdapat tanda tanya besar apakah zakat sudah menjadi bagian keseharian dari budaya masyarakat Islam? “Informasi tentang zakat di Indonesia memang sngat minim. Tetapi bila ditinjau dari sosial, berlangsungnya dakwah sedikit banyak telah ditopang oleh system zakat, infaq, sedekah, (ZIS) yang tumbuh di masyarakat”.[1]

Menurut penelitian Aqib Suminto yang dikutip dalam catatan editor buku Problematika Zakat Kontemporer Artikulasi Proses Sosial Politik Bangsa, menyatakan bahwa “waktu itu telah terdapat pengelolaan zakat di musholla dan atau langgar-langgar di tanah air yang dijalankan secara tradisional dan sederhana. Bahkan, zakat merupakan sebuah pendapatan rutin bagi para amil, yaitu penghulu, pengurus masjid, termasuk kepala desa”.

Seiring perkembangan zaman, kondisi sosial, politik, budaya dan perekonomian umat Islam di Indonesia maka problematika zakat dan prosedural penyalurannya mengalami perkembangan sebagai suatu konsekwensi logis dari kemajuan perekonomian rakyat. Semakin meningkatnya kondisi perekonomian sebagian muslim di Indonesia berakibat bertambah tingginya muzakki baik secara kuantitas person maupun jumlah dana yang tertampung.

Hal tersebut mempunyai implikasi tersendiri terhadap adanya pengelolaan dan penyaluran zakat secara professional dengan sistem menejemen yang acountable dan auditable sebagai suatu kebutuhan yang tidak bisa dielakkan dikarenakan zakat adalah dana ummat yang perjalanannya mau tidak mau tidak lepas dari pengawasan masyarakat luas.

Atas dasar itu, pada perkembangannya penyaluran zakat di Indonesia (dan nagara-negara Islam lainnya) tidak lagi diserahkan langsung oleh muzakki kepada mustahiq atau melalui perantaraan amil yang sangat sederhana di musholla-musholla dan penghulu desa, tetapi di sana-sini telah terbentuk lembaga-lembaga dan badan-badan amil zakat baik yang diselenggarakan masyarakat baik yang bersifat LSM maupun yang telah mendapat legitimasi Negara. Kemudian karena lembaga-lembaga amil zakat tersebut dirasa efektif dan mampu menjawab tuntutan umat, maka hikmah zakat sebagai pemberdaya ekonomi rakyat pun dirasa sudah diambang keberfungsiannya.

Zakat sebagai pemberdaya ekonomi rakyat tentu saja penyalurannya tidak hanya terbatas untuk kebutuhan konsumtif bagi para mustahiqnya, tetapi juga mampu memberdayakan mereka secara langsung dalam pengolahannya untuk kelangsungan hidup bahkan kemajuan kehidupan perekonomian mereka, dengan kata lain dana zakat yang terkumpul tersebut dijadikan dana produktif yang menghasilakan keuntungan yang berkesinambungan dan mampu menopang kebutuhan faqir dan miskin dalam skala yang lebih luas.

Namun timbul persoalan apakah dana yang terkumpul dari zakat dapat dilaksanakan untuk modal usaha produktif ? dikarenakan pada zaman Nabi dana zakat tersebut hanya digunakan untuk keperluan konsumtif dan habis pakai bagi para mustahiknya.

C. Dasar Hukum

Dasar hukum dari pendapat pemakalah adalah Surah al-Hajj ayat 28 :

لِيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوْا اسْمَ اللهِ فِى اَيَّامِ مَّعْلُوْمتٍ عَلى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيْمَةِ اْلاَنْعَامِ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوْا الْبَائِسَ الْفَقِيْرِ (الحج : ۲۸)

“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi faqir.” (al-Hajj : 28)

Ayat tersebut adalah salah satu dari sekian banyak ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk memperhatikan kaum faqir dan miskin di lingkukangannya serta menanamkan solidaritas sosial (hablu minannas) yang tinggi disamping ibadah (hablu minallah) yang notabenenya untuk kepentingan dan keselamatan diri sendiri. Dan itulah hikmah terdalam dari sekian banyak ayat Allah dalam al-Qur’an yang meletakkan kata " اتوا الزكاة" setelah kata اقيموا الصلوة" " .

Tujuan dan hikmah dari sekian banyak “ayat sosial” tersebut tentunya agar kehidupan umat Islam tidak terpuruk dan terbelakang dari segi ekonomi dan sosial. Karena hal yang demikian dapat berimplikasi negatif terhadap tauhid umat Islam itu sendiri, sebagaimana telah disinyalir oleh Rosulullah bahwa :

كَادَ الْفَقْرُ اَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا (الحديث)

“Kefaqiran itu dekat sekali dengan kekufuran”. (al-Hadits)

D. Pelaksanaan Zakat Konsumtif dan Produktif

Menurut hemat pemakalah dan berdasar referensi dari tulisan-tulisan para ahli yang berkompeten di dalamnya, pelaksanaan zakat produktif dapat dilaksanakan dengan tidak meniadakan zakat konsumtif yang memang tidak bisa dihilangkan peruntukannya bagi anak yatim umpamanya yang belum bisa usaha (mandiri), orang jompo, atau orang dewasa yang tidak mempunyai kemampuan usaha karena sakit atau cacat yang wajib disantuni dari sumber-sumber dana zakat, infaq dan sodaqah.

Mengenai pelaksanaan dari dana zakat produktif, bisa dilakukan dengan dua cara yaitu pertama memberi modal kepada perorangan (individu) untuk dikelola sebagai penghasilan yang berkesinambungan bagi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagaimana dijelaskan oleh M. Ali Hasan :

“Pemberian modal kepada perorangan harus dipertimbangkan dengan matang oleh amil. Apakah mampu orang tersebut mengolah dana yang diberikan itu, sehingga pada satu saat dia tidak lagi menggantungkan hidupnya kepada orang lain, termasuk mengharapkan zakat. Apabila hal ini dapat dikelola dengan baik atas pengawasan dari Amil (bila memungkinkan) maka secara berangsur-angsur, orang yang tidak punya (melarat) akan terus berkurang dan tidak tertutup kemungkinan, dia pun bisa menjadi Muzakki (pemberi zakat), bukan lagi sebagai penerima”.[2]

Dan kedua, diberikan kepada suatu lembaga usaha yang dikelola secara kolektif. namun demikian, idealnya pelaksanaan zakat produktif ini kurang lebihnya harus sesuai dengan paparan M. Ali Hasan berikut :

“Sekiranya usaha itu dikelola secara kolektif, maka orang-orang faqir miskin yang mampu bekerja menurut keahliannya (keterampilan) masing-masing, mesti diikutsertakan. Dengan demikian, jaminan (biaya) sehari-hari dapat diambil dari usaha bersama itu. Apabila usaha itu berhasil (beruntung), maka mereka menikmati bersama juga hasilnya itu. Hal ini tentu memerlukan manajemen yang teratur rapid an sebagai pimpinannya dapat ditunjuk dari kalangan orang-orang yang tidak mampu itu (faqir miskin) atau ditunjuk orang lain yang ikhlas beramal membantu mereka”. [3]

Dengan berpedoman pada asas jujur, terbuka, dan sungguh-sungguh insya Allah secara berangsur-angsur pengelolaan zakat semacam itu akan dapat benar-benar memberdayakan ekonomi rakyat. Dengan I’tikad yang baik dari semua komponen yang terlibat dalam pengelolaan tersebut, maka akan sangat mungkin hasilnya dapat dialihkan pemikiran untuk mengatasi kesulitan saudara-saudara kita yang lain yang belum terkena sentuhan zakat, infaq dan sodaqah, atau hasilnya juga bisa tertuju pada objek zakat konsumtif yang sulit dihindari sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya.

E. Dasar Pengambilan Istimbath

Mengenai pokok bahasan di atas, menurut hemat pemakalah adalah sebuah aplikasi dari metodologi istimbat “al-Maslahah al-Mursalah” yaitu sebuah metode pengambilan hukum yang tidak secara langsung mengambil dari wahyu atau Sunnah Rosul, tetapi bersumber dari wahyu yang mempunyai pengertian “kemashlahatan yang perwujudannya atau keberadaanya belum memiliki ketentuan hukum secara syara’ yang membicarakan tentang eksistensinya yang dapat diakui atau ditolaknya.”. [4]

“Penjabaran definisi al-maslahah al-mursalah sebagai tujuan syariat Islam adalah mewujudkan kemaslahatan bagi manusia berupa menarik manfaat dan menolak madarat”.[5]

Begitupun dengan pemanfaatan zakat (secara) produktif tidak ditemukan dasar hukum al-Qur’an yang secara langsung mensinyalir pelaksanaannya, juga belum tersentuh pemikiran akan hal itu pada masa Rosulallah. Namun berpegang pada hikmah dan tujuan zakat itu sendiri untuk mengentaskan kemiskinan, maka zakat produktif dapat dibenarkan karena mendatangkan kemaslahatan bagi manusia terutama umat islam.


DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ahmad Sudirman, Drs., MA., Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah, (Jakarta : Banyu Kencana, 2003)

Departemen Agama RI, Al_Qur’an dan terjemahnya, (Semarang : Toha Putra, 1989)

Hasan, M. Ali, Zakat, Pajak, Asuransidan Lembaga Keuangan(Masail Fiqhiyah II), (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2000), Cet. III

Sudewo, Eri, Drs., H., MDM, Problematika Zakat Kontemporer Artikulasi Proses Sosial Politik Bangsa, (Jakarta : Forum Zakat (FOZ), 2003), Cet. I



[1] Eri Sudewo, MDM, Problematika Zakat Kontemporer Artikulasi Proses Sosial Politik Bangsa, (Jakarta : Forum Zakat (FOZ), 2003), Cet. I, hal. 11

[2] M. Ali Hasan, Zakat, Pajak, Asuransidan Lembaga Keuangan(Masail Fiqhiyah II), (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2000), Cet. III, Hal. 23

[3] M. Ali Hasan, Ibid

[4] Ahmad Sudirman Abbas, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah, (Jakarta : Banyu Kencana, 2003), hal. 70

[5] Ahmad Sudirman Abbas, Ibid, hal. 71

SUGENG RAWUH

Mangga Calik.............!!!